Tahun 2021-ku

Tahun 2021 dibuka dengan kuncitara total di Belanda. Toko-toko nonesensial tutup. Fasilitas umum tutup. Sekolah libur. Jumlah tamu yang berkunjung ke rumah dibatasi. Perjalanan yang tidak penting harus dihindari. Jam malam diberlakukan.

Kami bertanya-tanya kapan kuncitara akan selesai karena setiap mendekati tanggal yang ditetapkan sebagai akhir periode kuncitara, pemerintah mengumumkan perpanjangan. Kuncitara berlangsung dari yang awalnya satu bulan, diperpanjang menjadi dua bulan, lalu diperpanjang lagi menjadi tiga bulan. Kebijakan kuncitara diperlonggar menginjak bulan Maret sampai akhirnya pada bulan Juni pemerintah Belanda tidak lagi membatasi acara kumpul-kumpul. Jarak 1.5 m pun tidak berlaku. Penduduk Belanda bisa menikmati musim panas dengan gembira.

Apakah kisahnya berhenti sampai di situ, happily ever after? Oh, tentu tidak. Saat ini kami kembali berada di masa kuncitara parsial karena angka positif Covid-19 di Belanda meningkat drastis. Semoga saja keadaannya tidak separah di awal tahun.

Menjelang bulan Desember, mari kita kilas balik tahun 2021 dan mengambil pelajaran hidup darinya. Ya saya tahu, memang biasanya orang melakukan itu di bulan terakhir, tetapi demi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog, saya rela melakukannya lebih awal (uhuk ...). Ini dia lima pelajaran hidup saya tahun ini yang tidak diurutkan berdasarkan waktu kejadian.



01. There's a bright side in everything.

Seperti saya sebutkan di atas, pemerintah menutup sekolah pada awal tahun 2021. Itu artinya semua kegiatan belajar dilakukan di rumah. Pihak sekolah memberikan materi harian yang perlu dipelajari anak dan orang tua tinggal mengikuti instruksinya.

Waktu itu baru anak sulung saya sudah bersekolah TK. Seharusnya adiknya mulai masuk kelompok bermain, tetapi tertunda oleh kuncitara. Situasi belajar dari rumah--di sini tidak ada istilah khusus semacam PJJ--membuat saya tahu materi (bahasa dan matematika) yang dipelajari anak sesuai kelasnya. Hal ini tentu lebih sulit saat anak bersekolah normal. Saya hanya menerima hasil berupa prakarya atau lembar kerja setiap periode tertentu. Pada pertemuan orang tua dan guru pun yang dibahas adalah perkembangan kemampuan anak di kelas.

(Jadilah ibu yang sabar dalam mendampingi anak saat belajar dari rumah. Foto: gpointstudio di Freepik)


Salah satu yang membuat saya terpukau adalah materi pengajaran bahasa. Anak-anak belajar tentang rima melalui buku cerita bergambar dan benda sehari-hari. Sampai sekarang si sulung masih melakukan permainan rima bersama adiknya. Pengalaman ini saya kembangkan menjadi opini dan bisa dibaca di situs web Mamah Gajah Ngeblog (MGN), lo.

Walau banyak orang tua mengeluhkan kesulitan mereka mendampingi anak-anak belajar di rumah, hal tersebut tidak melulu negatif, kok. Semua tergantung cara pandang kita. Hal seburuk apa pun, yang membuat tidak nyaman sekali pun, bisa kita ambil sisi positifnya. Justru sikap seperti ini akan membuat hidup kita lebih ringan dan lebih kaya. Benar, ‘nggak?

02. What doesn't kill you makes you stronger.

Di Belanda ada satu toko retail besar (sebut saja “A”) yang menjual aneka barang. Jaringannya luas hingga ke delapan negara Eropa lain. Yang unik adalah walau besar, A tidak memiliki toko daring! Jika membuka situsnya, kita hanya menemukan deretan produk dengan harga masing-masing, tanpa ada pilihan “masukkan ke keranjang belanja”. Di era digital yang serba daring, biasanya pebisnis memasukkan toko daring sebagai salah satu strategi bisnisnya. Kita pun menjadi akrab dengan teriakan “paket!” (ayo, ngaku!).

Namun, rupanya serangan negara api di awal tahun membuat A berpikir ulang. Enggak bisa kayak begini terus. Bisa bangkrut kita. Karena termasuk toko nonesensial, A harus tutup selama kuncitara. A yang sebelumnya mengandalkan pembelian luring di toko harus memutar otak dan mengubah strategi bisnisnya agar dapat tetap bertahan.

Perubahan ini terlihat saat saya melewati depan toko A semasa kuncitara masih berlangsung. Ada sebuah meja panjang dan tulisan “titik pengambilan”. Karena penasaran, saya membuka situsnya dan benar saja, A memutuskan untuk membuka toko daring! Wow, what a surprise!

(Jangan terus-menerus merasa terkurung. Siapa tahu sebenarnya ada pemandangan indah di luar sana. Gambar: bedneyimages di Freepik)


Sepertinya ini adalah hikmah kuncitara bagi A. Dia melihat kesulitan sebagai tantangan dan mampu mengubahnya menjadi kesempatan. Cara berpikir ini tentu berlaku umum, tidak hanya dalam perkara bisnis. Namun, tidak semua orang mau dan mampu melakukannya. Kalau kamu gimana? Masih suka meratapi kesulitan atau memilih untuk membalikkannya jadi peluang?

Tambahan:

Saya termasuk yang senang dengan adanya toko daring A. Berkatnya, kami mendapatkan stroller dengan harga murah, tetapi berkualitas baik, untuk si bayi. Bravo A!

03. Ada rezeki orang lain di dalam rezeki kita.

Dari awal kami menempati sepetak rumah ini pada tahun 2018, sudah ada kebocoran pipa air di toilet kami. Akibatnya setiap kali kami menyiram kloset, pasti ada air yang keluar. Tepat di bawah titik bocor tersebut ada wadah yang ditaruh oleh penghuni sebelumnya. Setelah beberapa waktu berselang titik bocor kedua muncul di pipa wastafel. Anehnya, tidak seperti pipa di toilet, air menetes terus-menerus meski keran sudah ditutup.

Kami bukannya tidak pernah melaporkan perihal ini kepada pihak penyewa--kami tidak bisa memperbaiki sendiri karena tinggal di apartemen. Beberapa kali suami saya mengirimkan surel, tetapi responnya lambat sekali. Waktu akhirnya ada seseorang yang datang untuk mengecek kondisi, kami senang dan berharap ada solusi. Sayangnya setelah itu tidak ada tindakan apa-apa, nihil. Dua kali begitu. Sampai pandemi datang, kondisi di toilet dan wastafel masih sama.

Melihat situasi pandemi mereda, pada pertengahan tahun suami saya kembali menghubungi pihak penyewa. Sebelumnya kami tidak menanyakan kelanjutan inspeksi karena enggan ada orang asing masuk ke dalam rumah. Akhirnya ada orang yang datang untuk (lagi-lagi) memeriksa kondisi. Kami tidak mau memasang ekspektasi tinggi agar tidak kecewa seperti dulu.

Tiba-tiba di hari Jumat tiga pekan lalu suami saya mendapat telepon bahwa akan ada perbaikan pipa pada hari Senin pekan depannya. Alhamdulillah! Bye-bye bocor! Tidak hanya pipa yang diganti, tetapi seperangkat kloset dan wastafelnya. Dua-duanya gres.

Saya jadi berpikir apakah ini rezeki kami atau sebenarnya kami hanya terciprat rezeki orang lain?


(Count your blessings, not your problems. Gambar: Gordon Johnson di Pixabay)


Kami berencana untuk meninggalkan rumah ini pada pertengahan tahun depan. Seorang teman yang baru memulai studi doktoralnya berminat untuk melanjutkan sewa rumah seperti halnya kami empat tahun lalu. Dia sudah tahu soal kebocoran pipa sewaktu berkunjung untuk melihat-lihat kondisi rumah. Tak dinyana nanti dia tidak perlu melakukan rutinitas membuang air hasil tampungan karena sudah tidak ada lagi yang bocor.

Yang mana pun jawabannya, saya jadi menyadari bahwa apa yang kita nikmati bukan selalu murni rezeki kita. Bisa jadi ada rezeki orang lain di dalamnya (contohnya, zakat/sedekah) atau malah kita yang “menumpang” di dalam rezeki orang lain. Ingatlah untuk selalu bersyukur dan bersyukur terus, ya!

04. Temukan potensi dengan belajar hal baru.

Hal baru yang saya lakukan tahun ini memiliki satu benang merah: menulis. Mulanya adalah saat saya bergabung dengan komunitas Mamah Gajah Bercerita (MaGaTa) pada tahun 2020, lalu mencoba mengikuti tantangan menulis pekanan sejak Februari 2021. Pada periode yang sama saya mengambil peluang yang ditawarkan seorang teman untuk mengikuti proyek antologi cerpen anak. Saya banyak belajar, termasuk berkenalan dengan PUEBI dan KBBI.

Pada bulan berikutnya saya mengikuti kelas blog. Kalau tidak salah ingat, awalnya saya iseng mengeklik satu tautan akun Instagram di IG Story. Ternyata pemilik akun tersebut membuka berbagai kelas, salah satunya kelas blog. Boleh juga, nih, pikir saya. Biayanya hanya seperdua-puluh dari kelas blog milik narablog asal AS yang saya minati di awal tahun. Keputusan saya mengikuti kelas blog menjadi penyebab blog saya bangkit dari mati suri dan pendorong saya bergabung di MGN.

Meski sudah mengikuti tantangan menulis pekanan di MaGaTa dan bulanan di MGN, saya masih tertarik dengan cerita anak. Mungkin karena di Belanda saya menemui beragam buku cerita anak dengan tema dan alur yang unik dan nyeleneh, mulai dari perceraian orang tua hingga feses binatang. Ha-ha-ha. Karena itu, beberapa kali saya mengikuti webinar dan kelas cerita anak. Ternyata membuat cerita anak itu menyenangkan, lo, meski tidak mudah.

(Keluar dari zona nyaman, yuk! Mencoba hal baru itu menyenangkan. lo! Gambar: macrovector di Freepik)


Satu lagi, tahun ini saya belajar tentang penyuntingan. Berangkat dari kesenangan saya memperbaiki kesalahan berbahasa, serta memperhatikan detail, saya mengambil posisi sebagai editor di tim media dan dakwah di sebuah komunitas sejak Juni 2021. Kemudian, bulan ini saya mengikuti kelas edit naskah. Wah, ternyata profesi editor itu ibarat dokter bedah, lo. Bedanya, yang menjadi pasien adalah naskah penulis, baik orang lain, maupun karya sendiri.

Dari belajar banyak hal baru saya jadi sadar minat dan potensi saya di bidang tulis-menulis. Seandainya tidak mencoba, belum tentu saya tahu. Kalaupun akhirnya tahu, jalannya akan lebih panjang.

Banyak orang memilih untuk tetap berada di dalam zona nyaman dan enggan belajar hal baru. Saya tidak mengatakan itu salah. Namun, dengan mencobanya kita akan dapat membedakan mana yang kita suka dan tidak suka, mampu dan tidak mampu kerjakan. Lagi pula hal baru akan membuat hidup lebih berwarna. Jadi, hal baru apa yang mau kamu coba tahun depan?

05. Tidak perlu selalu mempertimbangkan pendapat orang lain.

Ini musim dingin ketiga jari-jari tangan dan kaki saya bengkak dan memerah (bahkan sampai biru). Awalnya di bagian buku, lalu merambat ke sendi. Rasanya? Tentu saja nyeri saat disentuh, apa lagi ditekan. Selain itu, saya merasakan sensasi terbakar dan gatal di bagian tersebut. Setelah bertanya kepada Paman Google, ternyata saya terkena chilblains.

Chilblains biasanya terjadi di musim dingin sebagai reaksi terhadap udara dingin. Saya tidak mengerti mengapa gejala ini baru muncul pada tiga tahun terakhir, padahal saya sudah pernah merasakan beberapa kali musim dingin (dengan suhu yang lebih rendah). Apakah karena faktor U alias usia? #sensitif

Biasanya chilblains mereda setelah beberapa minggu. Caranya adalah dengan menjaganya tetap hangat. Walau suhu di luar masih di atas 10°C (dan saya masih merasa tidak butuh pelindung apa-apa), saya harus tetap menutupi tangan dengan sarung tangan. Sempat terpikir, apa kata orang lain saat melihat saya pakai sarung tangan? Apakah saya akan dianggap aneh? Pikiran itu saya tepis sendiri, tapi, kan, mereka tidak tahu masalah dan kebutuhan saya. Untuk apa saya memusingkan pendapat orang lain?

(Kita akan bersinggungan dengan banyak pendapat orang dalam hidup kita. Seberapa jauh kita mau mempertimbangkannya? Gambar: rawpixel.com di freepik.com)


Saya yakin banyak kondisi yang membuat kita berpikir sebelum mengambil keputusan. Apa pendapat orang lain bila saya melakukan ini? Apakah saya (tetap) akan diterima oleh mereka? Sebaliknya, apakah saya malah akan dihakimi tanpa ditanya alasan saya melakukan ini? Pikiran-pikiran tersebut, jujur, sangat melelahkan. Kita akan hidup untuk menyenangkan orang lain, untuk memenuhi harapan orang lain. Kita takut untuk berbeda, untuk mengambil jalan yang tidak umum.

Berita baiknya, pikiran seperti itu bukan sepenuhnya salah kita, melainkan peran sistem sosial. Layaknya bell curve yang menggambarkan distribusi normal dalam statistik, mayoritas orang berada di area tengah. Hanya sedikit yang berada di ujung kiri atau kanan. Artinya, memang secara alamiah kita akan cenderung mengikuti kebiasaan masyarakat di tempat kita berada. Biarpun begitu, bukan berarti selamanya kita tidak bisa menjadi berbeda, bukan? Nah, pertanyaan berikutnya adalah kapan kita lebih baik mengikuti harapan masyarakat dan kapan kita mempertahankan pilihan kita yang (mungkin) berbeda? Jawabannya boleh ditulis di kolom komentar, ya! He-he-he.

Penutup

Kok, cuma lima pelajaran hidup? Karena tenggat waktu pengumpulan tautan tulisan tinggal 1,5 jam lagi, Saudara-Saudara, padahal daftar yang sudah saya buat masih berderet (ehem ...). Apakah itu artinya perlu ada bagian kedua? Ha-ha-ha.

Tidak saya sangka sebelumnya, ternyata peristiwa kecil nan sederhana mengandung hikmah yang bisa dipetik. Itu mengapa perlu refleksi akhir tahun, ya (baru ngeh). Semoga pelajaran yang saya ambil dari peristiwa yang terjadi tahun ini juga menjadi pelajaran bagi para pembaca. Semoga di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya kita menjadi semakin bijak dalam berpikir, berbicara, dan bertindak. Aamiin.

Selamat berefleksi diri di akhir tahun!





Post a Comment

4 Comments

  1. Wah masya Allah. Mamah Mutiara, 5 lesson learned ini saja sudah sangat profound, dan ternyata masiy ada lagi. Dengan senang hati saya akan membaca kelanjutannya ketika nanti Mutiara sudah selesai menulis sambungannya :)

    Betul sekali ya, dari hal-hal kecil, ada banyak bright sides-nya. Makin bersyukur makin dipertunjukkanNya karunia lainnya yang makin berlimpah.

    Setuju, atas perlunya merefleksikan diri di akhir tahun :)

    ReplyDelete
  2. Wah penasaran teh kalo ga dikejar waktu, ada tulisan apa lagi. Senang ya belajar ilmu baru. Lebih baik tahu ilmunya daripada tidak sama sekali

    ReplyDelete
  3. teh tia masyaallah ...
    aku seneng baca bagian toko itu yang deferensiasi ke online shop juga keren banget, boleh aku pakai buat contoh di matkul aku ngajar he3 ...

    salam semangat

    ReplyDelete
  4. untung cuma 5 yang ditulis, kalau lebih banyak lagi aku akan bingung mau komen yang mana

    untuk jawbaan no.5, menurutku (dan dari buku yg sedang kubaca) kita ga bisa mengendalikan apa yg dipikirkan orang lain. jadiii do what you need to do aja. daripada tangan sakit, lebih baik tetap menghangatkannya.

    eh taoi kalau ada tulisan berikutnya boleh share di wag walaupun ga diikutkan buat tantangan.

    ReplyDelete